Kini hanya dua kali 90 menit yang memisahkan Islandia dengan panggung terbesar sepakbola jagat raya bernama Piala Dunia.
Ketika undian kualifikasi Piala Dunia 2014 dilakukan dua tahun lalu, Islandia berada di pot unggulan keenam. Tidak ada yang menyangka negara kepulauan dengan populasi 300 ribu jiwa itu mampu menduduki urutan kedua klasemen akhir Grup E dan berhak mengikuti putaran play-off medio November ini. Setelah Björk, gunung berapi Eyjafjallajökull, dan salah satu lokasi syuting film Hollywood favorit, sekarang Islandia dapat dikenal dunia berkat sepakbolanya.
Anda boleh mencibir kesuksesan Islandia barangkali sebuah kemujuran belaka karena persaingan di Grup E terbilang ringan. Selain Islandia dan Swiss yang memuncaki grup, empat negara lain meramaikan perebutan tiket ke Brasil 2014, yaitu Slovenia, Norwegia, Albania, dan Siprus. Namun, melangkahi Slovenia dan Norwegia, yang pernah mencicipi Piala Dunia, serta menyulitkan Swiss merupakan pencapaian terbaik sepakbola Islandia sejak asosiasi mereka berdiri.
Sebagian resep sukses Islandia terletak di tangan dingin Lars Lagerback. Pelatih asal Swedia itu berpengalaman meloloskan negaranya ke lima turnamen besar secara beruntun serta tampil di Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan dengan menukangi timnas Nigeria. Lagerback dikenal sebagai pelatih yang hati-hati, mengedepankan keamanan lini pertahanan tim, tetapi mengatakan dia tak ragu saat ditawari menangani Islandia.
"Saya mengambil pekerjaan ini karena saya menilai mereka punya banyak pemain menarik untuk bekerja sama, terutama para pemain U-21 yang mampu mencapai putaran final Kejuaraan Eropa 2011 dan kesempatan nyata untuk melaju sejauh ini," ungkapnya dilansir The Guardian.
"Mereka sebenarnya tidak punya target apa pun ketika menunjuk saya, jadi tidak ada tuntutan kepada saya untuk mencapai play-off atau hasil lainnya," sambungnya lagi.
"Tapi saya takkan mengambil tugas ini kalau saya tidak merasa kami mampu melakukannya."
Tak ada yang mengira Islandia bakal melaju hingga play-off kualifikasi Piala Dunia 2014.
Lagerback berjasa membawa Islandia sejauh ini, tetapi bukan yang memiliki andil terbesar. Seperti kisah yang melatarbelakangi kebangkitan sepakbola di banyak negara, sukses Islandia tidak dibangun dalam semalam. Sejak satu dasawarsa terakhir asosiasi mereka, KSI, sibuk menjalankan program pengembangan infrastruktur sepakbola, baik dari segi fisik maupun teknik.
Dengan wilayah seluas "hanya" 100 ribu kilometer persegi dan memiliki iklim musim dingin yang panjang, Islandia memiliki tujuh lapangan sepakbola dalam ruangan, 15 lapangan rumput artifisial standar internasional, dan lebih dari 110 lapangan mini yang ditempatkan di dekat sekolah-sekolah. Tujuannya, agar para pemuda Islandia dapat bermain sepakbola kapan saja tanpa terganggu kondisi cuaca. Kompetisi sepakbola di Islandia hanya dapat digelar Mei hingga September mengingat kendala iklim negara mereka.
Hebatnya, kendala tersebut tidak menjadi hambatan. Seluruh 12 klub peserta divisi utama liga Islandia memiliki stadion masing-masing. Stadion tersebut jika tidak berstatus milik klub, dimiliki sebagian oleh pemerintah kota. KSI, klub, dan pemerintah kota bekerja berdampingan supaya menarik perhatian fans serta meningkatkan motivasi para pemain dan calon pemain.
"Mereka benar-benar bekerja keras, terutama sejak memiliki banyak stadion dalam ruangan berukuran standar internasional. Sekarang mereka bisa berlatih dan bermain sepakbola sepanjang tahun. Mereka sudah memulainya lima atau sepuluh tahun lalu dan saya rasa ini yang bisa menjelaskan kenapa tim bisa melangkah maju," ungkap Lagerback dilansir Reuters.
Kemudian, penambahan fasilitas itu tentu takkan berarti jika tidak ditunjang dengan kualitas kepelatihan sepakbola usia dini. Fasilitas lapangan dalam ruangan yang tersedia memberikan jaminan para pemain muda dapat berlatih sepanjang waktu. Mereka didampingi pula oleh para pelatih yang dikirim KSI mengikuti berbagai kursus kepelatihan UEFA. Dampaknya, anak-anak berusia lima dan enam tahun dilatih oleh pelatih dengan lisensi B UEFA.
Lagerback pun dapat merasakan imbasnya. Kini Islandia tidak hanya mengandalkan striker veteran Eidur Gudjohnsen, yang dalam satu dasawarsa terakhir praktis menjadi semacam duta besar sepakbola Islandia berkat kiprahnya di klub top seperti Chelsea dan Barcelona. Ada pula gelandang Tottenham Hotspur Gylfi Sigurdsson; gelandang Cardiff City Aron Gunnarsson; serta duet striker Eredivisie Belanda, Kolbeinn Sigthorsson dari Ajax Amsterdam dan Alfred Finnbogason dari SC Heerenveen.
"Tentu saja ini bukan kebetulan. Kalau Islandia kini memiliki banyak pemain depan yang sukses, terutama di Eredivisie, itu dikarenakan kerja keras yang dilakukan sebelumnya. Generasi baru pemain bermunculan sebagai buahnya," ujar Finnbogason dalam laman resmi FIFA beberapa waktu lalu.
Finnbogason menambahkan, dia belajar banyak hal dengan bermain untuk Heerenveen di bawah penanganan pelatih Marco van Basten. Setelah tampil gemilang untuk Breidablik dengan sederet gelar tim dan individual, kemudian bermain untuk Lokeren dan Helsingborg di Belgia dan Swedia, Finnbogason menemukan tajinya di Heerenveen. "Peran Van Basten sangat penting bagi perkembangan saya. Berkat dirinya, saya belajar semua yang perlu diketahui untuk menjadi seorang striker," tukas pemain 24 tahun itu.
Generasi Kolbeinn Sigthorsson dkk. merupakan buah investasi jangka panjang Islandia.
Pengalaman mancanegara turut memberikan aspek penting bagi permainan para penggawa Islandia. Ketika bermain imbang 1-1 di markas Norwegia pada laga pamungkas grup, sebanyak 19 dari 22 anggota skuat Islandia merupakan pemain yang berkiprah di luar negeri. Selain Gudjohnsen yang kini memperkuat Club Brugge, Sigurdsson, Gunnarsson, Sigthorsson, dan Finnbogason, para pemain andalan Islandia tersebar ke setiap penjuru Eropa. Misalnya, gelandang Birkir Bjarnason bermain untuk Sampdoria, bek Eggert Jonsson di Belenenses, dan Kari Arnason di klub divisi bawah liga Inggris, Roterham United.
"Sangat mudah bekerja sama dengan mereka," imbuh Lagerback. "Kami menjadi kian baik seiring waktu. Keteraturan dalam tim berjalan sangat, sangat bagus dan kami mencetak banyak gol dengan para pemain seperti Gylfi dan Kolbeinn. Meski kami bukan favorit, tapi kami punya tim yang bagus."
"Mereka juga punya ikatan kuat dengan negaranya. Mereka sangat bersemangat tampil di kandang sendiri dan bermain membela timnas. Ini sikap yang bagus."
Benar seperti yang dibilang Finnbogason, sepakbola Islandia menyongsong era baru. Berkat rencana pengembangan sepuluh tahun lalu, kini Islandia mulai memetik hasilnya. Dalam play-off Piala Dunia akhir pekan ini, Islandia dituntut mampu melangkahi Kroasia dalam dua pertemuan jika ingin terbang ke Brasil.
Gudjohnsen yang memulai debut di timnas 17 tahun silam dengan menggantikan sang ayah, Arnor, tak sabar mengukir sejarah baru.
"Kami berpeluang menjadi negara terkecil yang lolos ke Piala Dunia. Dengan populasi 300 ribuan jiwa yang juga terdiri dari wanita, anak-anak, dan kaum lansia yang terlalu tua untuk bermain, ditambah beberapa yang tidak suka atau menekuni sepakbola, kami tidak punya banyak pilihan pemain," ujar pemain 35 tahun itu dilansir Express.
"Reykjavik akan berguncang. Tidak ada yang pernah mengalami hal seperti yang sedang kami lakukan saat ini. Tinggal dua pertandingan lagi. Kroasia lebih difavoritkan, tapi segalanya bukan mustahil dalam dua pertandingan nanti."
"Dulu pada 1970-an dan 1980-an ada rasa minder yang dimiliki para pemain Islandia, tapi sekarang tidak lagi," sambung pemain yang sempat absen lama di timnas akibat cedera itu. "Kami punya banyak pemain yang berkiprah di Liga Primer Inggris dan Liga Champions serta kompetisi top lainnya di Eropa. Tidak ada lagi rasa rendah diri saat ini."
Kroasia berada dalam posisi yang lebih diunggulkan terutama dengan jam terbang yang lebih tinggi serta leg kedua play-off digelar di markas mereka. Namun, empat pertandingan beruntun dilalui tanpa kemenangan sehingga Kroasia menempuh pergantian pelatih. Usai fase grup, Igor Stimac terpaksa mundur dan digantikan oleh Niko Kovac. Bagi Lagerback ini bukan keputusan yang bijak.
"Kita sudah melalui banyak pertandingan dan Anda bisa lihat dengan jelas mereka bukan tim yang harmonis, lihat pertandingan melawan Skotlandia, misalnya. Saya rasa secara mental pergantian pelatih mungkin memberikan rangsangan bagi Kroasia," ujar sang juru taktik menebar ancaman.
"Saya tahu sedikit tentang Kovac, tapi dari segi sepakbola bukan lah sebuah keuntungan melakukan pergantian pelatih dengan hanya memiliki empat atau lima sesi latihan sebagai persiapan bertanding. Tak banyak yang bisa dilakukan dengan periode sependek itu."
Sihir Piala Dunia tidak pernah terduga. Siapa tahu Islandia sungguh mampu menciptakan keajaiban dengan tampil di Piala Dunia pertamanya. Kalau pun gagal, buah-buah ranum lainnya niscaya berdatangan berkat investasi sepakbola yang telah mereka tanamkan selama bertahun-tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar